Kampusgw.com

Menu

Jangan Pernah Berpikiran Sempit

Perjalanan yang harus ditempuh oleh Nosa Normanda(25) untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi tidak tergolong mudah untuk dicapai. Beragam konflik berkecamuk dalam dirinya, perekonomian,serta lingkungan turut serta mempengaruhi jalan pendidikannya. Nosa yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa S2 jurusan Antropologi di Universitas Indonesia menceritakan perjalanan yang mesti ditempuhnya.

Awal mulanya Nosa mengikuti  Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan diterima di Universitas Indonesia fakultas Sastra Inggris pada tahun 2003, setelah ia selesai Sekolah Menengah Umum (SMU). Ia memilih sastra Inggris karena didasari keinginan membaca yang sangat kuat, segala beragam bacaan dibacanya mulai dari novel, sastra, hingga filsafat dan ingin menambah kemampuannya dalam bahasa Inggris yang memang sudah ada dasar di dalam dirinya.

Pada dasarnya keluarga Nosa terbilang sangat mapan, melebihi dari cukup perekonomiannya. Selama dua semester segala biaya untuk keperluan kuliah menjadi kewajiban orang tuanya. Lalu, konflik dalam kehidupan keluarga membuat ia nekat untuk keluar dari rumah.

Saat itu Nosa merasa sangat putus asa dan merasa kehilangan semuanya. Nyaris saja dia meninggalkan bangku kuliahnya, karena tidak dapat membiayai melalui ia sendiri. “Untuk makan sehari – hari saja pada saat itu sudah susah, apalagi untuk memikirkan terus lanjut kuliah.” terang Nosa. Bersyukur, Nosa memiliki teman yang mau mendukungnya, lewat beragam motivasi maupun materi untuk terus melanjutkan kuliah.

Uang kuliah persemester saat itu satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah. Dengan uang pembangunan sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah.

Selama tiga semester kedepan setelah hengkangnya Nosa dari rumah, biaya kuliah diberikan oleh teman-teman yang berinisiatif membantunya. Saat itu pula, Nosa mencoba untuk bekerja separuh waktu, tak jarang ia menerima tawaran sebagai penerjemah. Pendapatan yang dihasilkan hanya cukup untuk makan sehari-hari dan setengah biaya dari uang kuliah, sisanya teman-teman masih setia untuk terus membantunya.

Semakin bertambahnya kemampuan yang didapat dari bangku kuliah dalam sastra Inggris, semakin banyak pula Nosa mendapatkan jaringan untuk terus menjadi penerjemah. Apabila beruntung, Nosa bisa mendapatkan proyek besar dalam menerjemah selama dua bulan, pendapatannya berkisar empat juta rupiah sampai dengan delapan juta. Untuk sekedar proyek kecil, Nosa cukup puas untuk mendapatkan pendapatan sekitar satu juta rupiah.

Semua uang yang ia dapat tak lama juga ia nikmati, karena banyaknya kebutuhan yang mendesak. Dan ia memutuskan untuk pindah mencari kos, tidak menumpang dengan temannya lagi. Selama dua tahun kehidupan yang sulit terus dilaluinya.

Hingga akhirnya Nosa yang tidak pernah menyerah mulai melihat adanya perubahan kearah yang lebih baik setahun belakangan ini.  Kesulitan-kesulitan yang dia hadapi untuk bekerja sekaligus kuliah tak dihiraukannya. Ia selalu berpegang teguh dengan prinsip dan keyakinannya untuk menjadi orang besar dan bisa membuktikan kepada keluarga besarnya. Lagipula Nosa juga tidak mau mengecewakan semua temannya yang selalu membantunya dalam segala kesulitan.

Ia lulus dengan nilai yang cukup berprestasi dan mulai mendapatkan pekerjaan tetap. Kegiatan megajar mulai ditekuninya. Ia sempat mengajar sebagai guru seni teater selama tiga setengah tahun di salah satu “SMA Nasional Plus”  di Jakarta dengan pendapatan yang cukup besar. Rupanya gelar sarjana strata satu tidak membuatnya berhenti untuk terus mewujudkan impiannya dalam mengenyam ilmu pendidikan, dan Nosa terus bertekad mewujudkan ke jenjang  yang lebih tinggi.

Karena tekadnya yang tinggi Nosa mendapatkan pekerjaan lain, yaitu mengajar sebagai dosen performance strategy di salah satu kampus berstandar internasional di Jakarta. Pendapatannya perbulan yang ia dapatkan pun cukup besar. Dua pekerjaan dia kerjakan sekaligus selama enam bulan. Kemudian dia resign dari kegiatannya mengajar teater di SMA, karena sulitnya untuk berbagi waktu.

Rupanya keberuntungan terus datang kepadanya, dengan berbekal tekad ia mendapatkan beasiswa dari tempat ia bekerja di salah satu SMA Nasional Plus di Jakarta, dia dipercayai untuk melanjutkan study ke jenjang berikutnya, walau dia harus membayarnya dengan proyek-proyek yang harus dikerjakan yaitu, membuat beberapa film. Biaya yang harus dikeluarkan untuk melanjutkan kuliah strata dua yaitu sebelas juta sebagai uang pembangunan dan uang persemester sebesar enam juta enam ratus ribu rupiah. Walaupun Nosa mendapat beasiswa, ia juga berperan menyisihkan dua juta rupiah dengan uangnya sendiri untuk menambah biaya kuliah itu.

Kali ini dia mengambil jurusan antropologi di Universitas Indonesia. Sebab ia memilih jurusan Antropologi dikarenakan besarnya keingintahuan untuk mengkaji soal pertunjukan dan mendalami suatu sistem.

Kini kegiatannya dihabiskan dengan  terus bekerja dan mengenyam pendidikan. Setelah Nosa menyelesaikan pendidikannya itu. Ia memiliki tekad yang lain. Nosa dengan ambisi dan tekad yang kuat ingin terus melanjutkan membuat film, tetap mengajar khususnya dalam bidang seni dan ingin mencoba untuk mendapatkan beasiswa strata tiga ke Amerika.

Semua itu ia dapat dengan jerih payah dan dukungan besar yang diterimanya dari teman-teman. “Jangan pernah berpikiran sempit, karena untuk menuju keberhasilan pasti banyak jalannya. “ ujar Nosa lantang mengakhiri pembicaraan.

Categories:   Sosok

Comments

error: Content is protected !!