Kampusgw.com

Menu

Terus Menerus Memperbaiki Diri

Kemiskinan dan keterbelakangan. Barangkali dua kata ini (masih) pantas menggambarkan potret pedesaan Indonesia kekinian, tak terkecuali di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Walaupun demikian, kenyataan tersebut sama sekali tidak menyurutkan langkah Abidin Ubaedillah untuk menggapai cita-citanya. Lahir di Indramayu pada 16 Juli 1989, Abidin dibesarkan di lingkungan keluarga petani-nelayan serabutan. Anak kedua dari empat bersaudara ini pun harus merelakan sang bunda mengais rezeki di luar negeri untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.Abidin mulai menuntut ilmu di SDN Cipedang II, tak jauh dari tempat tinggalnya. Yang menarik, dua tahun pertama di bangku SD ia berani menyewakan Video Game kepada teman-temannya untuk kemudian ditabung hasilnya. Di tengah kesibukannya, ia masih sempat mengikuti ekstrakurikuler Pramuka dan pernah menjadi ketua regu di perkemahan. Prestasi akademiknya pun tak mengecwakan. Ia selalu meraih 3 besar di kelas dan menjadi yang terbaik di catur wulan (Cawu) terakhir.

Jenjang SMP-SMA ia habiskan di pesantren Cadang Pinggan yang terletak di perbatasan Kabupaten Cirebon – sekitar 2 jam waktu tempuh perjalanan darat dari kampungnya. Di pesantren ini ia belajar untuk hidup mandiri bersama teman-temannya. Fasilitas pesantren yang kurang memadai juga tidak mengurangi semangat belajarnya. Abidin terus menerus menyabet juara pertama di kelas dan masih aktif di Pramuka sebagaimana di masa SD. Bahkan atas kedisiplinannya, ia terpilih menjadi salah satu anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) dan pengurus buletin sekolah.

Berjuang Mati-Matian Demi Kuliah

Budaya belajar di pesantren rupanya menjadi berkah tersendiri bagi Abidin. Di lembaga pendidikan Islam semi-modern ini semangat belajarnya menggebu-gebu, salah satunya ditunjukkan dengan semangat belajar demi kuliah. Karena tidak ingin membebani orang tuanya, Abidin memiliki dua rencana setelah lulus pesantren –   kerja sambil kuliah atau kuliah dengan program beasiswa. Menyadari hal itu, ia mulai rajin mengumpulkan informasi beasiwa dan perkuliahan sejak menginjak di tahun pertama jenjang SMA.

Karena tidak ingin mengandalkan pendaftaran kuliah di satu tempat saja, Abidin mendaftarkan diri ke berbagai program beasiswa S1 secara serentak. Di antaranya Beasiswa Super Motivasi Kabupaten Indramayu di Institut Teknologi Bandung, Beasiswa Penuh Kementerian Agama di Universitas Gadjah Mada, Trisakti School of Management, Beasiswa Parsial Universitas Al Azhar Indonesia, Beasiswa Kelas Karyawan ISTN, berbagai perguruan tinggi kedinasan dan Paramadina Fellowship-Universitas Paramadina.

Semangat membara Abidin layak ditiru. Bayangkan saja, untuk mendapatkan akses internet ia harus jauh-jauh pergi ke kota Cirebon karena minimnya fasilitas tersebut di lingkungan pesantrennya. Tidak hanya itu, walaupun pengurus pesantren mendukung keinginannya untuk mendaftarkan beasiswa di berbagai tempat; Abidin lagi-lagi terkendala oleh terbatasnya biaya yang ia miliki untuk mengurus semua itu. Perjuangan Abidin berbuah manis, ia mendapatkan beasiswa penuh di Universitas Paramadina Jakarta jurusan Desain Komunikasi Visual.

Selama empat tahun menimba ilmu di Jakarta, Abidin aktif di berbagai aktivitas seperti pers kampus, klub pecinta alam, komunitas anti-korupsi dan bekerja lepas. Tantangannya adalah bagaimana harus mengelola uang bulananan dari beasiswa yang ia dapatkan. Karena jurusan desain mengharuskan banyak praktek, mau tak mau ia harus membeli berbagai bahan dan peralatan yang tidak murah. Oleh karena itu, ia sering kali menggadaikan laptopnya ataupun menghutang demi kelancaran tugasnya.

Cobaan lain yang harus dihadapi Abidin adalah ketika ia mengalami kecelakaan cukup parah dari sepeda motor. Karena itu, sekitar lima bulan ia memakai alat bantu untuk berjalan. Adaptasi pergaulan juga sempat menjadi tantangan di awal-awal kuliah.

Abidin bersyukur mampu lulus S1 dari beasiswa penuh di Universitas Paramadina. Dalam merancang desain apapun ia berprinsip untuk mencari solusi daripada ‘tampilan luar.’ Ia merancang desain untuk menyederhanakan suatu masalah atau fenomena agar lebih mudah dipahami.

“Tidak pernah menyesal dan terus-menerus memperbaiki diri” adalah prinsip hidup Abidin. Ia juga berpesan kepada teman-teman Kampusgw agar tidak diam dan menganjurkan agar terus bergerak ke arah positif, tidak menunggu dan menunda-nunda. Menurut Abidin, mimpi itu harus diwujudkan tanpa rasa minder, serta pantang patah semangat di tengah segala keterbatasan ekonomi karena biasanya orang-orang yang sukses juga dilahirkan dari banyak tekanan.

Categories:   Sosok

Comments

error: Content is protected !!