-
Konsultasi jurusan kuliah?
-
Mempersiapkan beasiswa?
-
Ingin sukses berkarir?
-
Atau mengembangkan diri?
Petualangan Hana Bilqisthi Belajar Ilmu Psikologi
Di sekeliling kita, tidak sedikit kita jumpai calon-calon mahasiswa yang bingung untuk memilih jurusan di bangku perguruan tinggi. Kebingungan tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Misalnya, kurangnya upaya mereka untuk melakukan riset sendiri, belum efektifnya peran Guru Wali Kelas dan Guru Bimbingan Konseling, sampai minimnya peran orang tua.
Sebagai upaya untuk mengedukasi khalayak luas, Kampusgw.com secara konsisten berbagi informasi untuk menjawab masalah di atas. Kali ini Kampusgw membeberkan seluk beluk ilmu Psikologi melalui sharing session dengan dengan Hana Bilqisthi, alumni Psikologi Universitas Indonesia. Berikut nukilan wawancaranya.
Apa motivasi Hana memilih jurusan Psikologi?
Saat berusia 14 tahun, Alhamdulillah aku mendapatkan amanah menjadi ketua OSIS SMP 1 Karawang. Saat itu adalah masa-masa yang cukup berat bagiku karena aku bermusuhan dengan sepupu-sepupuku yang sebaya dan aku dibenci teman-teman yang tidak menyukai kinerjaku sebagai ketua OSIS. Aku begitu tertekan sampai pernah terbesit untuk bunuh diri. Itu pertama kalinya asmaku kambuh parah dan rasanya seperti ada seseorang yang mencekik leherku.
Ketika itu, Mba Eva, staf Center for English Learning meminjamkanku buku Personality Plus Florence Litteraur. Saat membaca buku Personality Plus, aku menganggap diriku Melankolis Sanguinis tapi kemudian Umiku membaca buku tersebut dan tidak setuju dengan kesimpulanku. Beliau bilang aku Koleris-Melankolis. Aku tidak percaya mendengarnya karena aku menggangap koleris itu menyebalkan, sementara aku tidak merasa diriku sebagai orang yang menyebalkan. Hahaha.
Namun, setelah membaca ulang dan merenung berhari-hari aku menyadari bahwa umpan balik dari Umi bahwa aku seorang koleris ada benarnya. Aku sering merasa diriku paling benar dan mengoreksi kesalahan orang lain. Pantas saja aku dimusuhi. Aku ternyata teman yang menyebalkan. Hahahahaha. Ternyata kesulitan yang aku alami “memaksaku” mulai belajar mengenai diriku sendiri.
Begitu menyadari bahwa aku koleris, aku mulai berusaha menerima fakta tersebut. Kemudian memperbaiki diri dan alhamdulillah aku tidak lagi dimusuhi. Saat itu, aku merasa buku personality plus (psikologi populer) ini telah membantuku. Karena aku telah terbantu, aku ingin belajar lebih banyak tentang psikologi sehingga aku bisa membantu banyak orang, khususnya orang-orang sepertiku yang tidak menyadari dirinya sendiri sehingga bermasalah dengan orang-orang di sekitarnya.
Alasan lain yang membuat aku ingin masuk psikologi adalah aku ingin memahami alasan dibalik tindakan seseorang, dan memahami bagaimana teman-temanku berpikir (membaca pikiran). Aku sering kali terkejut melihat tingkah laku teman-temanku, sering kali merasa tidak memahami mereka dan mereka juga tidak memahamiku. Aku juga merasa masuk psikologi akan menyenangkan mengingat aku suka membaca buku-buku psikologi populer dan artikel konsultasi psikologi di kompas maupun majalah Gadis.
Ketika aku mengutarakan niatku untuk mengambil psikologi sebagai jurusan saat kuliah, aku sempat mendapat tentangan dari Umi karena beliau menginginkan aku masuk jurusan kedokteran. Aku sempat “berantem” dengan beliau. Akhirnya aku membujuk Umi untuk mengizinkanku mengambil tes minat bakat, jika hasilnya menunjukkan aku cocok masuk psikologi, beliau akan memberi izin. Alhamdulillah ternyata hasilnya aku cocok masuk psikologi sehingga beliau memberi izin.
Bagaimana perjuangan Hana masuk Univesitas Indonesia (UI)?
Mungkin bisa dikatakan dimulai dari SD. Hahahaha. Keinginan masuk UI sudah ada dari kelas 1 SD karena aku menganggap mahasiswa UI sebagai pahlawan Mei 1998. Saat itu, aku sempat sedih TK diliburkan karena kerusuhan tapi waktu mahasiswa UI berhasil masuk gedung MPR dan DPR, yang kudengar dari berita bahwa kondisi akan membaik dan itu berarti aku bisa kembali sekolah.
Begitu masuk SD, Umi berpesan agar aku selalu mendapatkan peringkat satu supaya aku bisa masuk kuliah melalui jalur PMDK, bukan tes. Aku pun berjuang untuk selalu meraih peringkat satu. Ketika SMP dan SMA sebenarnya di raport udah tidak ada peringkat karena kurikulum yang dipakai adalah KTSP dan KBK, tapi aku kemudian membandingkan total nilai raport dengan teman-teman yang terlihat “pintar” di kelas dan alhamdulillah sepertinya aku peringkat satu.
Waktu awal kelas 3 SMA, aku mengutarakan keinginanku untuk masuk UI ke guru BK SMAN 1 Karawang dan Alhamdulillah SMAN 1 Karawang termasuk SMA yang mendapat jatah PPKB (Prestasi dan Pemerataan Kesempatan Belajar). Saat itu kriterianya yang boleh ikut adalah yang termasuk peringkat 20 besar di sekolah, dan SMAN 1 Karawang mendapat jatah 6 orang. Untungnya, tidak semua yang masuk peringkat 20 besar di sekolah ingin masuk UI jadi aku masih bisa mendapatkan kesempatan meski peringkatku termasuk peringkat belasan besar di sekolah.
Salah satu kekhawatiran waktu masuk UI adalah biaya kuliah. Aku dan teman-temanku sempat kaget melihat biaya kuliahnya. Mungkin karena itu, tidak semua siswa yang masuk peringkat 20 besar di sekolah ingin masuk UI. Untuk psikologi UI sendiri, biaya kuliahnya Rp 5 juta persemester dan uang pangkalnya Rp 10 juta. Sempat bingung apakah jadi mengajukan diri ikut PPKB UI sementara gaji Umi (ibu), pencari nafkah di keluarga, saat itu 3 juta perbulan. Untungnya saat mencari tahu lebih lanjut tentang pembiayan kuliah di UI, aku menemukan tentang BOPB (Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan). Ternyata biaya kuliah di UI bisa tidak semahal itu tapi bisa disesuaikan dengan gaji orang tua. Alhamdulillah.
Ajaibnya adalah aku diterima di Psikologi UI melalui jalur PPKB. Aku sempat tidak percaya bisa diterima, mengingat saat mendaftar PPKB, aku menyertakan fotokopi raport, alasan mengapa memilih psikologi (menggunakan tulisan tangan ) dan sertifikat TOEFL, tanpa sertifikat memenangkan perlombaan atau sertifikat prestasi yang lain. Kadang-kadang sampai sekarang, masih tidak percaya aku bisa masuk dan kuliah di Fakultas Psikologi UI. Alhamdulillah Allah baik sekali.
Setelah masuk UI, aku berjuang mencari beasiswa untuk meringankan beban Umi. Alhamdulillah di semester 3, aku mendapat beasiswa Tanoto Foundation. Beasiswa ini membayar biaya kuliah dan mendapatkan uang saku Rp 500 ribu perbulan. Beasiswa ini membantuku untuk meringankan beban orang tuaku dalam membiayai kuliah.
Bagaimana kesan Hana menjadi mahasiwa Psikologi?
Banyak kagetnya karena aku membayangkan di psikologi belajar mengenai membaca pikiran dan kepribadian orang saja. Ternyata psikologi belajar tentang tingkah laku manusia, termasuk kepribadian. Supaya tidak kaget sepertiku, mungkin sebelum pilih jurusan, cari website jurusan/ fakultas tersebut dan cari tahu mata kuliah apa saja yang akan dipelajari dan kompetensi lulusan yang diharapkan. Untuk psikologi UI bisa ke http://psikologi.ui.ac.id/program-sarjana-reguler.html. Untuk mata kuliah, mungkin bisa lihat infografik yang dibuat oleh temanku, Joevarian:
Grafik di atas memakai kurikulum lama (saat aku kuliah), mungkin bisa memberi gambaran tentang apa saja yang dipelajari di psikologi UI meski sekarang tidak relevan karena psikologi UI baru ganti kurikulum semenjak 2013. Maaf ya, aku tidak punya daftar atau infografik matakuliah kurikulum 2013.
Meski kaget, aku senang dan bersyukur mendapat kesempatan belajar psikologi. Belajar di psikologi tidak selalu menyenangkan tapi setiap kali menghadapi masa-masa tidak menyenangkan, aku bilang ke diri sendiri “Aku sudah milih psikologi dan itu berarti aku harus menanggung resiko dari pilihanku, baik, buruknya.”
Di psikologi, aku belajar bahwa ada banyak cara menolong manusia, salah satunya adalah dengan menjaga diri dengan baik sehingga kita tidak menjadi beban orang sekitar dan masyarakat, seperti berusaha agar kita tidak depresi. Selain itu, menolong orang itu dengan cara memikirkan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri, seperti mengambil kesempatan menjadi ketua kelas untuk meringankan tugas dosen dan rekan-rekan mahasiswa yang lain.
Setelah belajar tentang psikologi, aku menyadari kalau belajar itu selalu koma, tidak pernah titik. Masih banyak pertanyaan tentang manusia yang belum terjawab dan hasil penelitian di psikologi justru membuka pertanyaan baru tentang manusia.
Salah satu hal yang kusukai di psikologi UI adalah aku merasa dipahami. Selama ini, aku sering disebut aneh oleh teman-temanku tapi semenjak masuk psikologi, teman-temanku di psikologi UI tidak pernah menyebutku aneh atau mungkin jikapun mereka mengganggap aku aneh, mungkin dalam hati saja, tidak bilang padaku. Meski begitu, aku tetap bahagia karena aku merasa diterima.
Jika masih ingin tahu tentang pengalamanku di psikologi UI bisa baca blog pribadiku: hanabilqisthi.blogspot.com dan/atau bisa email pertanyaan ke jejehana@gmail.com, insya allah aku bantu jawab sebisaku. Semoga cerita ini membantu.
Categories: Jurusan