-
Konsultasi jurusan kuliah?
-
Mempersiapkan beasiswa?
-
Ingin sukses berkarir?
-
Atau mengembangkan diri?
Kartini Masa Kini dari Tatar Parahyangan
“Pak, setelah SMA, aku bisa kuliah ga ya ?” tanyaku penuh harap. Saat itu aku masih kelas 2 SMA.
“Bisa doong, setelah SMA, indah bisa kuliah di universitas mana pun yang indah mau.” Kata Bapak sambil menyibak poniku dengan lembut.
Setidaknya saat itu aku punya harapan yang besar untuk mewujudkan cita-citaku sebagai seorang broadcaster. Namun baru saja kulambungkan harapanku tinggi-tinggi, jeda dua minggu dari percakapan itu Bapak meninggal dunia. Jantung koroner menjadi penyebab utama Bapak tidak hadir di hari pembagian raport SMA ku dulu.
Sungguh, saat itu rasanya aku sudah tidak memiliki masa depan lagi. Bapak meninggalkan aku, ibu dan adik kecilku yang tuna daksa, tidak bisa bicara, berjalan, bahkan duduk bersandar sekalipun. Karena Ibuku hanyalah seorang guru SD, aku sadar dan paham betul keuangan keluargaku setelah ditinggal Bapak. Aku tak mungkin kuliah, walaupun saat itu aku mendapatkan nilai Ujian Nasional (UN) tertinggi ketiga se-Kabupaten Subang dan kelima se-Jawa Barat.
Bekerja Sebelum Kuliah
Lulus SMA, Aku menuruti ibu untuk melamar pekerjaan sebagai sekretaris pabrik cat di Tangerang. Selama proses perekrutan, diam-diam, aku pergi ke Bandung untuk mengikuti seleksi tes masuk perguruan tinggi negeri, dan aku lolos di universitas negeri impianku. Sayang, tak ada biaya. Jadi kubiarkan kesempatan itu melayang. Tapi tak apa, setidaknya aku tahu sejauh mana kemampuanku.
Tak berhenti sampai di situ, aku pun mencoba mengikuti proses seleksi Paramadina Fellowship 2009. Kuliah dengan beasiswa penuh ditambah asrama dan biaya bulanan. Sayang, meski lolos di penulisan esai, saat proses wawancara ternyata aku gagal, aku hanya lolos sebagai cadangan. Aku penasaran dan sungguh tak puas hati, jadi kuputuskan tahun berikutnya untuk mengikuti seleksi Paramadina Fellowship 2010.
Tak lama, aku mendapatkan pemberitahuan bahwa aku diterima bekerja di pabrik cat. Namun di saat yang sama, aku mengikuti audisi penyiar di salah satu radio besar di Subang. Setelah melewati proses yang panjang, aku berhasil menyisihkan puluhan peserta audisi lainnya. Jadi kupikir, tak ada salahnya mencoba menjadi penyiar radio. Aku pun melepas pekerjaan di pabrik cat.
Dalam setahun, rutinitas menjadi penyiar radio dan guru les pun aku lakoni. Pagi siaran, siang mengajar les privat berbayar, dan sore mengajar anak-anak jalanan yang putus sekolah. Di hari minggu, aku membantu ibuku mengajar komunitas lanjut usia untuk membaca dan menghitung. Rasanya menyenangkan, walaupun tak bisa kuliah seperti teman-teman sekelasku yang lain, tapi tak kubiarkan satu hari pun terlewat dengan sia-sia.
Penerima Beasiswa Universitas Paramadina dan Universitas Al Azhar Indonesia
Satu tahun mendapat penghasilan sendiri tak membuatku berubah pikiran untuk mengikuti seleksi Paramadina Fellowship 2010. Kuulangi lagi proses seleksi setahun sebelumnya, mulai dari penulisan esai, pengisian formulir dan kelengkapan bukti prestasi, wawancara, tes bahasa Inggris hingga unjuk bakat. Lama menanti hasil pengumuman penerima beasiwa, aku mencoba untuk mengikuti proses seleksi beasiswa di Universitas Al-Azhar Indonesia. Tuhan Maha Mendengar, aku diterima di kedua universitas tersebut. Setelah melewati proses perundingan dengan keluarga, akhirnya aku mempercayakan Universitas Paramadina sebagai kandang intelektual ku selama 3,3 tahun menimba ilmu.
Ya, aku berangkat ke Jakarta dengan setumpuk bekal yang berisi doa dan harapan dari orang tua. Sejak awal, aku bertekad untuk memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Tak hanya kuliah, aku pun ikut berpartisipasi dalam organisasi yang mewadahi hobi seniku. Aku belajar teater di Kafha, yang sejauh ini mampu menjadikanku sebagai lakon di pertunjukan-pertunjukan yang penuh makna. Latihan hingga larut malam, bahkan pagi pun pernah. Tak membuat ku lantas malas masuk kuliah keesokan harinya. Aku memposisikan kuliahku sebagai amanah. Begitupun saat aku berjuang bersama teman-teman KOMPAK (Komunitas Pemuda Anti Korupsi) menyebarkan virus-virus integritas, salah satunya menjadi pembicara dalam Lecturer Exchange Program “Anti-Corruption” di Universitas Lampung dan Universitas Muhammadiyah Lampung. Sesibuk dan selelah apapun, tugas kuliah harus selesai tepat pada waktunya.
Bergelut di Kegiatan Akademik dan Non-Akademik
Aku pun selalu berusaha berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan relawan, Seagames, Science Film Festival, Indonesian Fellowship Youth Camp, Save Street Child, dll. Menurutku, dari sanalah aku mendapatkan pengalaman yang paling nyata. Bertemu dengan orang-orang baru, melakukan kegiatan-kegiatan baru dan tentunya mendapat pengetahuan baru bagaimana cara menyelesaikan sebuah tugas.
Sebagai manusia biasa, aku pernah direndahkan orang. Dipandang sebelah mata, sudah biasa. Aku tak pernah membalas dengan kata-kata, aku hanya berusaha membuktikannya dengan prestasi. Katanya aku ini pendek, tak pantas jadi presenter TV. Tak apa pendek, setidaknya aku pernah menjadi presenter Fokus Pagi di Indosiar bersama jurnalis idolaku Tina Talisa. Aku pun pernah mengikuti beberapa lomba, jatuh bangun bertemu kegagalan. Namun ada diantaranya lomba-lomba yang bisa kupersembahkan sebagai hadiah untuk ibuku, diantaranya : juara 2 Hatta Rajasa Writing Competition, Juara Favorit Lomba Menulis Cerita Remaja (LMCR), 50 % Top Achievement Olimpiade Science Indonesia, Juara 1 Video Competition Paramadina Living Value, nominasi video dokumenter di National Take and Action video Competition dsb.
Menjadi Lulusan Terbaik
Tak banyak yang aku harapkan selain senyum bangga yang terukir di wajah ibuku. Aku satu-satunya harapan, aku harus bisa diandalkan. Rasa terimakasih terdalam ku ungkapkan pada wisuda April 2014. Saat dipanggil untuk berpidato sebagai mahasiswa terbaik (di masanya), aku hanya mengucap syukur telah dilahirkan dari seorang ibu yang hebat. Setia hadir di setiap prosesi kenaikan kelas dari SD hingga kuliah.
Di balik mimbar, sungguh saat itu aku mencari sosok Bapak di barisan kursi tamu wisuda. Aku membayangkannya ada, tersenyum melihatku mengenakan toga kebesaran Paramadina. “Pak, iya bener, Indah bisa kuliah di Universitas yang indah mau. Semoga Indah gak buat bapak kecewa.”
Aku yang tak mampu membayar kuliah ini. Ternyata mampu menyelesaikan S1 dengan baik. Percayalah, kekuatan doa itu sangat besar, maka bermimpilah dan segera mewujudkannya. Doakan, semoga aku bisa mengejar S2 ku. Amin.
R. Indah Riadiani Hapsarie
Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina | Penerima Paramadina Fellowship 2010
Categories: Sosok