-
Konsultasi jurusan kuliah?
-
Mempersiapkan beasiswa?
-
Ingin sukses berkarir?
-
Atau mengembangkan diri?
Lia Ishadi: Peraih Beasiswa di Australia & Amerika Serikat
Australia dan Amerika Serikat ialah di antara dua negara yang menjadi destinasi favorit pelajar Indonesia. Pasalnya, kedua negara itu menawarkan berbagai faktor penarik yang tiada tara. Australia mungkin dipilih karena kedekatan geografis, keindahan alam, keunikan fauna, dan kelengkapan infrastruktur. Sementara itu, Amerika Serikat masuk dalam daftar karena segala keunggulannya di urutan pertama kelas dunia.
Setiap tahunnya, ada puluhan (atau mungkin ratusan) ribu pelajar dan mahasiswa Indonesia yang “rebutan” beasiswa. Mereka mengincar setiap beasiswa yang memungkinkan belajar di kedua negara tersebut. Yang paling tersohor mungkin Australia Awards Leadership Program dari Pemerintah Australia, Fulbright dari Pemerintah Amerika Serikat, dan Beasiswa LPDP dari Pemerintah Republik Indonesia.
Nah, kali ini Kampusgw.com mewawancarai seorang beswan (baca: penerima beasiswa) yang keren. Kak Lia Ishadi namanya. Wanita asal Cirebon, Jawa Barat ini telah mencatatkan dirinya sebagai penerima beasiswa di Australia dan Amerika Serikat. Sebuah pencapaian yang bagi banyak orang “wow” banget.
Bagaimana suka duka Kak Lia mendapatkan beasiswa? Apa saja yang harus dipersiapkan untuk meraihnya? Dan apa pelajaran hidup terbesar selama belajar di negeri seberang? Simak nukilan wawancaranya berikut ya.
Apa kesibukan Anda belakangan ini?
Saya sedang freelance-ing saja sambil menjalankan Batour, layanan Cirebon city tour yang baru saya rintis.
Apa motivasi Anda mengambil jurusan Manajemen Bisnis di Amerika?
Waktu itu jurusan yang ditawarkan ke peserta beasiswa tidak banyak, salah satunya Manajemen Bisnis. Kebetulan waktu itu juga saya lagi seneng-senengnya belajar bisnis, ya sudah saya ambil jurusan itu saja. As simple as that.
Bagaimana prospek kerja di jurusan tersebut?
Saya rasa selama bisnis tetap ada, pekerjaan di bidang ini akan selalu ada dan makin banyak jenis pekerjaannya.
Apa suka duka Anda mengambil jurusan tersebut?
I am not good with numbers jadi kalau sudah menyangkut mata kuliah yang berkaitan dengan angka dan hitungan seperti Accounting dan Finance, saya harus mati-matian belajar, tapi masih saja dapat C. Hahha!
Anda merupakan lulusan dari perguruan tinggi di luar negeri. Apa sih pelajaran hidup paling berharga selama di negeri orang?
Saya jadi bisa melihat berbagai hal dari sudut pandang yang berbeda, jadi tahu budaya bangsa lain, lebih open minded, lebih lebih mandiri dan tidak takut untuk mengekspresikan siapa diri saya. Klise ya? Tapi memang begitu adanya.
Anda tercatat pernah mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Amerika Serikat. Bisa diceritakan lebih lanjut?
Waktu itu tahun 2008, saya pengen banget sekolah ke luar negeri. Karena gak ada biaya, mau gak mau saya harus cari beasiswa. Lalu saya lihat iklan pendaftaran beasiswa lewat AMINEF di surat kabar, iseng saya apply. Dadakan ambil TOEFL dan ngurus semua dokumennya karena saya apply last minute. Eh, kok dapat.
Saya ambil yang vocational program, non-degree di jurusan Manajemen Bisnis, programnya cuma satu tahun. Juni 2008 saya berangkat ke Amerika, awal Juli 2009 saya kembali ke Indonesia dan bekerja di ASEAN Secretariat yg notabene non profit, bukan bisnis. Hahaha!
Apa pesan Anda kepada adik-adik calon pemburu beasiswa di Amerika Serikat?
Tentukan goal kamu dulu, lalu tentukan jurusan yang dan rencana ke depannya seperti apa. Faktor universtas yang kamu pilih juga penting, kalau bisa masuk ke Ivy League sekalian.
Anda juga pernah menjadi penerima beasiswa dari pemerintah Australia. Bisa dijelaskan lebih rinci?
Setelah 2 tahun bekerja di ASEAN Secretariat, saya berkesempatan memperoleh beasiswa dari Pemerintah Australia melalui Endeavour Scholarship. Saya memutuskan untuk belajar Public Relations selama 2 tahun di Melbourne. Prosesnya tanpa wawancara tapi persyaratan dokumen dan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab di online formulir jauh lebih banyak dan cukup sulit. Dari ribuan pelamar dari kawasan Asia Pacifik, hanya 200 orang yang diterima terumasuk saya.
Apa plus minus belajar di Amerika Serikat dan Australia menurut Anda?
Saya lihat tidak jauh berbeda ya, kedua negara menerapkan standar kwalitas pendidikan yang tinggi dan fasilitas kampus yang hampir sama, dosen-dosennya juga sangat supportive dan accommodative. Secara geografis, Australia lebih dekat ke Indonesia, jadi kalau liburan kuliah bisa pulang karena uang sakunya juga cukup besar. Selain itu, di Australia, penerima beasiswa diperbolehkan bekerja selama 20 jam seminggu baik di dalam maupun di luar kampus. Di Amerika hanya boleh di dalam lingkungan kampus.
Bagaiman tips dan trik dari Anda untuk adik-adik yang ingin belajar di luar negeri?
Gak ada trik khusus, haha! You don’t have to be a genius to get a scholarship, you just need to know what you really want and have a clear plan. Oh, and improve your English and academic writing skills.
Pengalaman kerja Anda sangatlah beragam. Dari organisasi internasional, perhotelan, hingga agensi periklanan. Apa suka duka bekerja di lintas bidang?
Saya orangnya suka penasaran. Penasaran ingin belajar dan mencoba sesuatu yang baru. Mungkin karena saya orangnya cepat bosan. Sukanya saya jadi tahu banyak hal dan kenal dengan banyak orang dari berbagai kalangan. Dari mulai kalangan diplomat hingga pekerja kreatif. Dukanya, CV-saya jadi random dan biasanya employer kurang suka ini, tapi ada juga yang melihatnya sebagai kelebihan, antara lain adaptive dan fast learner.
Menurut Anda, apa yang kurang dari sistem pendidikan di Indonesia?
Banyak banget! Salah satunya akses pendidikan untuk semua. Seharusnya pemerintah memfasilitasi adult learning dan kelas karyawan lebih banyak lagi untuk karyawan-karyawan atau orang dewasa yang ingin melanjutkan pendidikannya. Kalau perlu berikan juga beberapa program beasiswa tanpa batasan umur. Beasiswa di Indonesia selalu dibatasi umur.
Categories: Sosok