-
Konsultasi jurusan kuliah?
-
Mempersiapkan beasiswa?
-
Ingin sukses berkarir?
-
Atau mengembangkan diri?
Putera Sang Fajar Dari Ujung Timur Indonesia
Nama saya Gracia Billy Mambrasar dan saya berasal dari Papua, pulau paling timur di Kepulauan Indonesia. Saya adalah penerima Australia Awards Scholarship di Universitas Nasional Australia program pascasarjana dengan program studi Administrasi Bisnis (MBA). Sebelumnya saya bekerja sebagai insinyur profesional di sektor minyak dan gas namun hasrat saya ternyata lebih cenderung dalam bidang pengembangan masyarakat. Ini tidak lain karena hastra kuat tersebut terintegrasi dengan konsep kewirausahaan yang merupakan latar belakang saya.
Papua Barat adalah wilayah yang begitu kaya sumber daya alam. Pemerintah telah meyakinkan bahwa eksploitasi sumber daya alam tersebut juga menguntungkan masyarakat setempat. Saya belajar tentang fenomena ‘kutukan sumber daya alam’ ketika belajar di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ketika wilayah yang kekayaan sumber daya alamnya melimpah namun tidak diikuti dengan rancangan besar untuk memberdayakan masyarakat lokal , sumber daya alam tersebut akan berubah menjadi kutukan untuk masyarakat dan wilayahnya.
Baru-baru ini, saya terpilih sebagai pemenang Entrepreneur-CBE Business Competition di Universitas Nasiona Australia. Saya membuat sebuah online platform sebagai kesatuan untuk menjembatani kebutuhan industri untuk sumber daya manusia lokal di sektor minyak dan gas di Papua. Para juri menganggap bahwa gagasan bisnis dan proyeksi keuangan saya hebat dan belum ada yang pernah membuatnya.
Saya begitu termangu-mangu ketika para juri mengumumkan hasil kompetisi. Teman-teman saya mendorong saya untuk maju ke panggung menerima hadiah. Saya masih tidak percaya bahwa saya memenangkannya karena faktanya saya hanya mempersiapkannya satu hari untuk mengikuti perlombaan. Walaupun demikian, saya sangat antusias ketika saya membuat rencana bisnis yang didorong hasrat untuk berkontribusi ke masyarakat Papua, bukan semata-mata untuk mengejar kepentingan pribadi.
Saya lahir dalam sebuah keluarga dengan lima anak. Ayah saya tidak memiliki pekerjaan tetap dan ibu saya membantu keluarga dengan menjual makanan buatan sendiri dan cabe yang ditanam di kebun. Saya menjual kue buatan ibu di sekolah dan pasar tradisional setelah pulang sekolah untuk membantu pembayaran SPP. Saya tetap belajar giat dan mencetak prestasi cemerlang ketika saya duduk di SMP. Hal tersebut tentunya jarang bagi warga asli Papua seperti saya untuk berkompetisi langsung dengan warga non-Papua. Guru saya memberi kepercayaan untuk memasuki kelas unggulan. Kemudian saya memperoleh beasiswa dari pemerintah untuk menyelesaikan pendidikan jenjang SMP. Untuk membeli peralatan sekolah, saya menggunakan uang yang diperoleh dari hasil menjual kue. Saya juga menggunakan uang tersebut untuk membeli susu adik-adik karena mereka masih bayi ketika itu. Pengalaman ini membuktikan bahwa saya memiliki bakat alamiah dalam bisnis. Orang tua saya senang karena saya dapat menjalin persahabatan dengan banyak orang dengan mudah dan saya dapat menjual apa saja kepada siapa saja.
Saya gemar membaca buku sejak saya berumur lima tahun. Saya membaca koran, majalah dan buku-buku. Dari sumber tersebut, saya tahu bahwa orang-orang sukses memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Salah satu buku favorit saya adalah biografi presiden pertama Indonesia Soekarno karena dari buku inilah saya tahu bahwa beliau adalah lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB). Perguruan tinggi yang kemudian saya pilih untuk jenjang sarjana.
Cerita Soekarno menginspirasi saya. Ketika saya menceritakan kepada orang tua bahwa saya ingin belajar ke ITB, ayah berkata “Kita lihat saja nanti. Saya bahkan tidak memiliki cukup uang untuk membiayai sekolahkmu di SMA. Kamu harus bekerja keras untuk mendapatkan kesempatan belajar di SMA melalui beasiswa.”
Pada waktu itu, ayah saya bekerja paruh waktu sebagai penerjamah bahasa Inggris untuk para ekspatriat di sebuah hotel di Pulau Serui, Papua. Ayah saya mampu berbicara bahasa Inggris dengan baik dan oleh karenanya sejak kecil saya belajar kepadanya. Suatu hari, sekelompok orang dari ibukota Papua Jayapura, datang menginap di hotel tempat ayah bekerja. Ayah saya kemudian tahu alasan kunjungan mereka adalah untuk memilih siswa-siswa untuk belajar di SMA Buper di Jayapura. Semua biaya sekolah ditanggung dan siswa-siswa yang terpilih juga mendapatkan uang saku dari pemerintah setempat. Ayah menunjukkan nilai akademik saya lalu saya mengikuti tes yang disyaratkan. Saya lulus seleksi dan pindah dari pulau tersebut ke Jayapura. Jika ayah tidak bekerja keras di sebuah hotel di Pulau Serui, kita barangkali tidak tahu mengenai kesempatan beasiswa tersebut.
Saya tetap bermimpi untuk bisa melanjutkan kuliah di ITB. Semua orang tahu bahwa masuk ke perguruan tinggi tersebut begitu kompetitif karena setiap orang yang ingin belajar teknik di Indonesia menginginkannya. Saya mempertahankan nilai yang baik di SMA dan mengikuti SNMPTN dengan pilihan ITB. Bibi saya yang tinggal di Jayapura pergi dari satu rumah ke rumah teman lainnya untuk ikut menyumbangkan uang guna kepergian saya Bandung dan begitu juga ayah saya di Serui. Akhirnya, kami memiliki cukup biaya untuk terbang dari Jayapura ke Bandung untuk mengikuti ujian. Saya lulus dan memulai kuliah di ITB.
Ayah saya mengirimkan sebuah proposal kepada pemerintah di Jayapura di mana kami harus menunggu hampir tiga bulan. Ayah tetap mengunjungi kantor Departemen Pendidikan Provinsi Papua pada jam kerja sampai pemerintah menyetujui proposalnya. Saya menjadi emosional kapan pun ketika ingat perjuangan ayah waktu itu.
Perihal waktu juga memainkan peran yang mempengaruhi keberlanjutan kuliah saya. Pada waktu itu, pemerintah daerah baru saja menerima anggaran tambahan dari pemerintah pusat untuk otonomi khusus Papua. Anggaran tersebut memiliki alokasi khusus untuk pendidikan. Saya adalah salah satu penerima beasiswa yang dialokasikan. Untuk mencukupi biaya hidup sehari-hari selama belajar di ITB , saya menyanyi di bar, kafe dan pesta-pesta pernikahan.
Selama tahun akhir di ITB, saya mengikuti sebuah kompetisi nasional yang kemudian saya memenangkannya. Sebagai salah satu bagian dari penghargaan, saya dikirim sebagai delegasi Indonesia dari ITB untuk pergi ke Amerika Serikat untuk berpresentasi di Universitas Harvard Boston yang didukung oleh beberapa perusahaan. Saya diliput oleh surat kabar lokal yang dibaca oleh Executive VP British Petroleum Indonesia, Nico Kanter (yang sekarang menjabat sebagai CEO INCO Indonesia). Karena saya asli orang Papua, tuan Kanter menawarkan saya bergabung ke BP jika saya mampu melewati tes awal setelah menyelesaikan jenjang sarjana. Saya menerima tawaran itu. Saya lulus tes dan mulai bekerja sebagai Project Engineer di BP.
Ketika memutuskan di mana bekerja setelah lulus dari ITB, pada waktu itu saya memiliki beberapa tawaran pekerjaan dan saya mencari program tanggungjawab sosial perusahaan-perusahaan untuk masing-masing bidangnya di Papua. Saya ingin menjadi bagian dari program CSR dan berkontribusi. Selama masa kerja sebagai insinyur,saya secara sukarela mendedikasikan waktu dan tenaga saya untuk memberikan masukan rancangan dan pelaksanaan program. Saya memiliki tekad kuat bahwa masyarakat Papua mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin karena perusahaan-perusahaan tersebut mengoperasikan bisnisnya di wilayah itu, karena saya sangat mencintai Papua.
Harapan saya bahwa gagasan bisnis yang saya ajukan kepada Universitas Nasional Australia tidak akan berhenti di perlombaan saja. Saya ingin mewujudkan konsepnya awal tahun depan. Saya juga berencana meneruskan mimpi untuk menjadi ahli dalam bidang social venture melalui pendidikan S3 setelah merampungkan S2. Saya berharap dapat berkontribusi dalam perubahan positif bagi masyarakat Papua, dan negara Indonesia secara keseluruhan.
Billy Gracia Yosaphat Mambrasar
Categories: Sosok