-
Konsultasi jurusan kuliah?
-
Mempersiapkan beasiswa?
-
Ingin sukses berkarir?
-
Atau mengembangkan diri?
Resti Setiawati: Kuliah Itu Butuh Kegigihan
Halo, saya Resti Setiawati. Saya diterima kuliah pada tahun 2009 di Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Selama kuliah saya aktif menjadi teknisi bidang sosial ekonomi perikanan, serta pernah lolos 3 karya tulis bidang peneliatian dan wirausaha pada Program Kreativitas Mahasiswa yang didanai oleh Dikti, magang sebagai staf editor jurnal Akuatika, kemudian setelah lulus kuliah menjadi asisten dosen bidang sosial ekonomi perikanan.
Saya terlahir pada 1 Januari 1991. Saya anak ke-4 dari 7 saudara. Bapak saya Adih Juandi. Ibu saya Imas Masitoh. Walau Bapak dan Ibu saya hanya lulus sekolah SD tapi mereka adalah guru kehidupan terbaik. Bapak saya tidak pernah mengeluh walau pekerjaannya sebagai tukang ojek, sedangkan Ibu saya seorang ibu rumah tangga yang selalu memberikan motivasi melalui cerita-cerita masa kecilnya.
Saya anak pertama yang menginjak bangku kuliah dari keluarga saya. Ketiga kakak saya setelah tamat Sekolah Menengah Atas ada yang menjadi seorang petani, buruh pabrik dan membuka bengkel motor. Kemudian ketiga adik saya satu orang mahasiswa dan dua orang siswa. Alhamdulillah setelah saya menginjak semester lima dan adik saya masuk kuliah di salah satu universitas, Bapak saya menjadi seorang supir.
Kini pandangan orang tua saya terhadap pendidikan sudah lebih maju. Setelah saya diterima di salah satu universitas, orang tua memotivasi adik saya yang awalnya mau melamar kerja menjadi melamar ke beberapa universitas. Karena saya tinggal di kampung dan masih sedikit yang menginjak bangku kuliah, paradigma keluarga dan masyarakat di kampung adalah bahwa kuliah menghabiskan uang. Bahkan ada beberapa orang tetangga yang “menguliahkan” anaknya dengan menghabiskan sawah dan kebun orang tuanya dan tidak jadi apa-apa.
Saya mencoba merubah pandang diri sendiri setelah mengamati keadaan kakak saya, serta beberapa tetangga yang menjual sawah dan kebunnya untuk biaya kuliah. Walaupun orang tua saya tidak mempunyai kebun dan sawah, tapi saya bertekad melanjutkan ke salah satu universitas negeri karena banyak informasi bahwa kuliah di PTN biasanya banyak bantuan berupa beasiswa. Alhamdulillah Allah memberikan rezeki yang tidak disangka-sangka setelah lulus Sekolah Menengah Atas, saya mendapat bantuan beasiswa siklus S1 dari Gubernur Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 50.000.000,-.
Saya mengikuti dua program beasiswa, yang pertama daftar melalui sekolah, beasiswa kedua daftar melalui Dinas Peternakan, perikanan, dan Kelautan daerah setempat. Saya mendapatkan info beasiswa ini dari seorang teman ketika belajar di “Asgar Muda” (bimbel persiapan SNMPTN). Di bimbel ini kami menamai perkumpulan anak-anak daerah yang ingin melanjutkan ke universitas negeri, di mana kami belajar gratis selama 6 minggu dengan pengajar-pengajarnya adalah putera puteri yang berasal dari Garut yang diterima pada universitas negeri yang ada di Jawa Barat.
Karena saya agak pesimis terhadap soal-soal bahasa Inggris, saya pun mengikuti les. Padahal ketika itu saya sama sekali tidak mempunyai uang untuk membiayai les dan tidak minta izin orang tua karena saya sudah tahu jawabannya pasti kesulitan biaya. Untuk ongkos ke tempat bimbel pun susah sekali minta uangnya, sampai-sampai karena Ibu saya tidak memberi uang kadang saya pergi begitu aja dan menunggu di pangkalan ojek sampai bapak tiba di pangkalan.
Alhamdulillah saya diberi kemudahan karena tempat lesnya berbaik hati. Saya membayar uang pendaftaran dan membeli buku panduan di awal, untuk uangnya saya menggunakan ongkos yang diberikan orang tua sehingga dari tempat bimbel ke tempat les saya selalu jalan kaki. Sedangkan untuk biaya lesnya diberi kesempatan membayar di akhir setelah dua bulan masa belajar. Saya mendapatkan uang untuk membayar les dari beasiswa yang pertama yaitu sisa uang membeli kartu tes SNMPTN, yang peruntukannya untuk uang saku selama dua hari tes.
Saya sebenarnya tidak kepikiran untuk melanjutkan kuliah karena kasihan melihat beban orang tua yang terus menerus menyekolahkan anak-anaknya. Namun saya tergugah setelah mendengarkan perjuangan kuliah guru mata pelajaran Sejarah. Padahal sebelumnya banyak dari kakak-kakak mahasiswa yang mempromosikan universitasnya. Niatku ini aku ceritakan kepada orang tua dan saudara namun sama sekali tidak ada yang mendukung. Malah mereka menentang dan menyuruh bekerja karena untuk tunggakan SPP dan uang bangunan sekolah juga belum lunas serta ke sekolah pun sering kesiangan karena menunggu bapak pulang ngojek.
Untuk melunasi tunggakan ke sekolah saya berbohong kepada orang tua bahwa saya akan bekerja setelah selesai sekolah menengah atas sehingga untuk dapat ijazah harus melunasi tunggakan. Kemudian biaya untuk adik-adikku dikurangi dan fokus kepada melunasi tunggakan saya ke sekolah. Walaupun begitu saya bersyukur memiliki guru dan teman yang mendukung untuk mewujudkan mimpi. Sehingga saya tetap semangat dan yakin bahwa aku pasti bisa kuliah di universitas negeri.
Tes SNMPTN dan SMUP pun telah selesai dan berjalan lancar. Alhamdulillah saya lolos menjadi mahasiswa dan beasiswa lainnya tidak lolos. Setelah diterima di salah satu universitas saya baru cerita yang sebenarnya atas semua kesalahpahaman yang terjadi selama saya mengikuti persiapan tes dan alasan saya pulang sore karena mengikuti bimbel persiapan SNMPTN dan mengikuti les bahasa Inggris. Air mata orang tuaku pun tumpah dan sangat bangga akan kegigihanku untuk melanjutkan kuliah.
Categories: Sosok