-
Konsultasi jurusan kuliah?
-
Mempersiapkan beasiswa?
-
Ingin sukses berkarir?
-
Atau mengembangkan diri?
Semangat Kuliah Dari Mantan Buruh Pabrik
Motivasi diri yang kuat adalah salah satu kunci untuk dapat belajar di perguruan tinggi. Karena modal ini sebenarnya lebih berharga daripada apapun. Ketika motivasi diri sudah melekat kuat maka sebesar apapun aral melintang akan tetap dilalui. Hartono Mustafa Hamdani adala salah satu sosok yang memiliki motivasi diri yang kuat untuk kuliah. Di tengah segala keterbatasan, ia terus bekerja keras untuk mewujudkan impiannya.
Sosok yang lahir pada 2 November 1986 tersebut mewarisi banyak keteladanan yang dapat dicontoh oleh teman-teman. Lahir dan dibesarkan dari keluarga yang sederhana, Hartono harus mengalami kenyataan pahit ketika sang ayah meninggal dunia ketika dirinya masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar.
“Ketika saya duduk di kelas 5 SD ayah meninggal dunia. Beruntung, ada seorang guru yang memahami kondisi itu. Puji Tuhan, saya pun dibebaskan dari biaya sekolah (SPP).”
Pendidikan tingkat dasar ia dilalui dengan prestasi akademik cemerlang. Memasuki SMP, kehidupan Hartono pun semakin berat karena sang ibu harus menjadi ‘orang tua tunggal’ untuk membiayai sekolah dan menghidupi dirinya dan saudara-saudara kandungnya.
“Ibu memutuskan untuk tidak menikah lagi. Sejak itu saya mulai sadar betapa kerasnya kehidupan. Oleh karena itu saya berusaha meringankan beban ibu. Sepulang sekolah saya membantu ibu mengurus warung makan kecil, kerja serabutan. Karena menunggu pelanggan, saya sudah terbiasa harus berjaga sampai pukul 2 dini hari.”
Memasuki SMA/sederajat, beratnya kehidupan semakin menjadi-jadi. Sang ibu semakin terasa berat untuk membiayai Hartono belajar di SMKN 1 Bekasi. Tidaklah gampang untuk membiayai uang pangkal, uang praktek, SPP, dll. Namun berkat kesulitan ekonomi inilah Hartono semakin sadar bahwa motivasi diri yang kuat harus dijaga untuk melaluinya.
“Saya menyadari bahwa pendidikan itu mahal harganya. Karena saya tidak ingin mengecewakan ibu, saya pun belajar dengan sungguh-sungguh. Karena nilai di kelas memuaskan, saya mendapatkan beasiswa Supersemar. Rasa syukur yang tiada pernah habis atas anugerah Tuhan tersebut.”
Hartono sempat magang selama tiga bulan pada UPT Komputer di Universitas Pelita Harapan Tangerang. Pengalaman tersebut sangatlah berharga karena apa yang ia dapatkan di sekolah masih dirasa kurang untuk dapat diterapkan di dunia kerja. Apalagi karena pergantian kurikulum yang ditetapkan sekolah, jurusan yang ia ambil di SMKN 1 Bekasi pun berubah-ubah. Mulai dari Teknik Elektro di kelas 1, Teknik Elektronika di kelas 2, dan Teknik Informatika di kelas 3. Kenyataan tersebut membuat dunia kerja menjadi meragukan kemampuannya.
Lulus dari SMK pada tahun 2005, Hartono bertekad untuk mandiri, tidak lagi menggantungkan pada ibunya. Ia pun memutuskan untuk bekerja untuk membantu membiayai adik-adiknya yang masih sekolah. Berbagai lamaran pekerjaan pun ia kirimkan ke berbagai perusahaan hingga akhirnya ia mendapatkannya.
“Lulus SMA saya sempat minder alias Down karena harus “jatuh bangun” menghadapi ketatnya persaingan dunia kerja. Berkat doa sang ibu, saya diterima sebagai Operator Produksi di Toshiba selama setahun. Keluar dari Toshiba saya menjadi tenaga penjual di Matahari hingga akhirnya menjadi Operator Produksi di Toyoto pada 2007-2008.”
Selama tiga tahun bekerja sebagai buruh pabrik, Hartono belajar banyak hal. Ditambah dengan hobinya membaca buku dan keluwesannya dalam bergaul, pengalamannya pun semakin meningkat. Ia tidak ingin terus-terusan menjadi buruh pabrik tapi ingin hidup lebih baik. Berkaca dari wawasannya membaca koran dan buku, ia menyimpulkan bahwa kuliah itu tak sekedar mencari ijazah. Dan kuliah menjadi salah satu cara untuk ‘merubah nasib’, dan menaikkan ‘status sosial’. Ia sadar bahwa kuliah tidak menjamin kesuksesan, akan tetapi kuliah menawarkan kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan diri.
“Saya merasa tidak berkembang lebih jauh kalau tidak kuliah lagi. Belajar dari pengalaman rekan buruh dan senior, butuh waktu lebih dari 10 tahun bagi lulusan SMA untuk dapat naik jabatan di pabrik. Saya pun sadar bahwa nenjadi buruh pabrik terus-terusan bukan yang saya cari sebenarnya. Saya ingin berkembang!”
Berkat sedikit tabungan yang ia kumpulkan ketika masih menjadi buruh pabrik, Hartono memutuskan untuk kuliah di Universitas Gunadharma jurusan Manajemen pada tahun 2008. Ketika itu ia bersikukuh untuk fokus kuliah dan tidak lagi bekerja.
“Saat itu saya punya prinsip bahwa jika ada niat pasti ada jalan”
Berkat kesungguhannya dalam belajar dan pengorbanannya keluar dari pekerjaan, nilai Hartono pun memuaskan. Prestasi tersebut membawanya menjadi penerima Beasiswa Prestasi di Universitas Gunadharma.
Namun ternyata kesulitan masih saja menghampiri Hartono. Ketika ia duduk di semester V, keinginan untuk cuti kuliah (berhenti) pun mencul karena ibunya sudah semakin keberatan membiayainya.
“Saya sempat minder karena terbatasnya biaya untuk kuliah di semester V. Beruntung, ada program dari masjid yang membiayai anak yatim untuk sekolah/kuliah sehingga kuliah pun tidak jadi berhenti.”
Waktu kuliah tidak ia sia-siakan begitu saja. Ia pun aktif di berbagai organisasi dalam dan luar kampus. Salah satunya ia aktif sebagai Kepala Departemen Pendidikan di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gunadharma. Amanah tersebut dimanfaatkan Hartono sebaik-baiknya dengan berbagai program kerja dan kreatifitas yang subur. Bahkan sampai sekarang program kerja dan inisiatifnya selalu menjadi contoh bagi adik-adik kelasnya di BEM.
Kini Hartono sedang mengerjakan skripsi atau tugas akhir. Ia sangat bersyukur telah mendapatkan kesempatan untuk kuliah. Sosok yang mengidolakan Steve Jobs ini merasa banyak mendapatkan pengalaman selama menjadi mahasiswa, terlebih lagi sebelumnya menjadi buruh pabrik.
“Pengalaman tiga tahun bekerja setelah lulus SMK membuat diri saya semakin matang. Saya lebih menghargai waktu dan proses belajar di kelas. Sehingga saya tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan ini. Mungkin ini berbeda dengan teman-teman yang kuliah dengan mudah dari kecukupan ekonomi orang tuanya.”
Perjalanan hidup telah mengajarkan Hartono bahwa motivasi diri ternya lebih penting daripada uang. Ia mendorong teman-teman yang ingin kuliah tapi tidak memiliki biaya untuk tetap berusaha dan berdoa. Baginya kuliah adalah keharusan karena semakin penting di tengah persaingan dunia kerja yang semakin tinggi.
“Kalau tidak memiliki biaya kuliah, jangan menyerah. Teman-teman dapat bekerja dahulu lalu mengambil kuliah kelas karyawan (malam hari atau akhir pekan). Teman-teman juga dapat bekerja dulu beberapa tahun lalu menabung untuk kuliah. Banyak jalan untuk kuliah, tidak adal alasan untuk menyerah. Pasti ada jalan!”
Categories: Sosok