-
Konsultasi jurusan kuliah?
-
Mempersiapkan beasiswa?
-
Ingin sukses berkarir?
-
Atau mengembangkan diri?
Tatkala Anak Batak Menjadi Indiana Jones
Muda, melanglang buana, melakukan hal-hal luar biasa; berlayar mengarungi samudera, menyelam di Raja Ampat, mendaki gunung-gunung tertinggi, keluar masuk hutan, dan bertemu orang-orang penting, siapa yang tak mau? Ya, itu impian banyak orang. Tapi ini dunia nyata, segalanya punya harga yang harus dibayar dengan perjuangan dan doa.
Hal luar biasa itu berawal dari 15 tahun yang lalu. Dimulai dari sebuah koin kuno (gulden) keemasan, tak berkarat, tak rusak dimakan waktu, yang kemudian kusebut sebagai impian.
“Mandi lah kau Nak, bentar lagi Tulang Sitorus mau menggali sumur kita. Terus Kau ambilkan nanti cabe di kebun kita yah.” Begitulah jikalau musim kemarau melanda kampungku. Sumur-sumur pun menjadi kering, sehingga perlu diperdalam untuk menghasilkan air yang lebih banyak lagi. Penggali sumur musiman pun bermunculan bagai lumut di musim hujan. Upah yang tak seberapa, namun dengan resiko yang luar biasa. Seperti hidup, penuh tantangan, petualangan, pilihan, dan kerja keras.
Sedikit Flashback, aku dilahirkan di kampung Marancar, Padang Sidempuan, Sumatera Utara. Jarak tempuh yang dibutuhkan dari kota Medan ke Padang Sidempuan kurang lebih satu malam. Lokasinya berada di dataran tinggi, jauh dari laut dengan tanah subur yang bisa menumbuhkan segala jenis tumbuhan. Tempatku dikenal dengan daerah penghasil salak. Suku Mandailing, dan Batak Toba adalah suku yang banyak mendiami wilayah ini. Penduduknya menggantungkan hidup dari pertanian dan perkebunan, namun tidak dengan ibuku. Beliau adalah seoarang guru mengaji pada sebuah Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD) Muhammadiyah.
Tak selamanya kemarau melanda, dan musim hujan pun akhirnya tiba. Tanah gersang, kemudian beraroma lembut debu dan pepohanan. Airnya mengalir deras, mengikis tanah dan menghanyutkan dedauanan, di mana bocah-bocah pun berlarian mandi hujan penuh kegirangan. Hujan deras sore itu cukup lama, sehingga genangan airnya juga cukup banyak untuk dibendung dengan lumpur bekas galian sumur di belakang rumahku. Kesibukan dalam derasnya hujan pun mulai terjadi, gelak tawa dan canda khas bocah pun menggelegar menyamai suara hujan yang menderu.
Dan lalu, hal luar biasa itu pun dimulai. Kami menemukan beberapa koin bulat “uang, uang, uang logam!” teriak kami serentak. Jumlahnya cukup banyak, sehingga kami bertiga dapat membaginya masing-masing empat keping. Pada hari selanjutnya, Aku pun sibuk dengan koin penemuanku. Seolah-olah Aku menemukan harta karun. Dan kini Aku punya hobi baru, menggali tumpukan lumpur bekas galian sumur di belakang rumahku.
Anehnya, beberapa temanku mencoba membelikan permen dengan uang logam penemuan itu, dan tentu saja pemilik warung tidak mau. Alhasil mereka kecewa dan mengadukannya kepadaku. Merasa bertanggung jawab dengan nasib sial mereka, akhirnya aku menawarkan uang jajanku ditukar dengan uang logam yang mereka punya. Aku pun punya 12 koin kuno yang entah dari mana asalnya, dan tidak mengerti tulisan yang tertera pada permukaannya. Kegiatan penggalian itu terus berlanjut, dan terkadang Aku menemukan tapal kuda, serpihan logam, dan terutama koin penuh lumpur. Koin itu ku bersihkan dan kemudian memperhatikan gambar dan tulisan aneh dipermukaannya yang menjadi tanda tanya besar bagiku.
Lima belas tahun kemudian, semua pertanyaan itu pun terjawab, misteri telah terpecahkan. Rupanya koin itu adalah mata uang Gulden buatan tahun 1919 (Whilhelmina Koningin Der Nederlanden), yang kini dihargai para kolektor uang kuno senilai 800 ribu rupiah per keping. Sedangkan koin dengan lobang segi empat di tengahnya ternyata uang kepeng dari; Dynasti Tang, Ming, dan Qing, yang juga bayak dicari para kolektor numismatik.
Takdir selalu punya cara ajaib menuntunku pada hal-hal luar biasa. Koin kuno dri bekas galian lumpur sumur belakang rumahku telah membawaku menjadi seorang arkeolog, dan kemudian cara ajaib itu datang kembali setalah aku memperoleh gelar sarjana arkeologiku. Tepatnya ditahun 2010, aku dipertemukan dengan belahan jiwaku, lautan biru.
Sebagian besar orang mungkin berpikir aku sedikit gila dan tidak berpikir panjang. Ikut dalam sebuah ekspedisi bahari dengan kapal layar bercadik berbentuk menyerupai kapal di era Majapahit, adalah hal gila dan mungkin sedikit mengerikan. Bagaimana tidak, dengan kapal kayu sepanjang 20 m, dengan berbekal layar yang mengandalkan angin, bersama 12 awak kapal mengarungi laut China Selatan yang ganas untuk mengelilingi Asia selama berbulan-bulan di lautan. Tapi aku memandang hal gila itu sebagai tantangan dan kesempatan. Satu kesempatan yang mungkin akan menjadikan diriku sebagai pribadi yang lebih tangguh, pribadi yang berani keluar dari zona nyaman yang biasa-biasa saja menuju ruang penuh tantangan dan ketidaknyamanan.
Tepat seperti perkiraan. Sepuluh hari pada pelayaran pertama Aku kerap muntah karena mabuk laut. Ditambah lagi guyuran hujan yang membuat tubuh basah kuyup dan kedinginan diterpa angin laut. Bahaya selalu ada di depan mata. Kapan pun selalu ada kemungkinan terburuk, yakni kapal karam dihantam gelombang raksasa. Kondisi itu memang seperti mimpi buruk, namun di sisi lain dia bagaikan mimpi terindah yang pernah diidam-idamkan semua anak manusia, petulangan penuh tantangan di atas sebuah kapal layar melaju kebelahan-belahan dunia yang jauh.
Pengalaman luar biasa itu tidak akan terjadi bila aku lebih memilih zona nyaman dengan segala rutinitas pasti dan aman. Kesempatan luar biasa itu tidak akan ku alami bila aku lebih memilih takut untuk mencoba, takut akan gagal dan hal-hal buruk lainnya datang menimpa. Tapi ketakutan itu aku tepis dengan satu keyakinan, bahwa untuk menjadi sesuatu kita harus melakukan sesuatu, dan untuk menjadi tangguh, kita harus melangkah keluar dari zona nyaman.
“Pengalaman adalah guru paling berharga”. Begitu kata pepatah lama. Namun pengalaman juga membuat Riwayat Hidup (CV) jadi lebih menarik dan memiliki nilai saing untuk mendapatkan beasiswa maupun peluang kerja. Pengalaman adalah nilai lebih yang tidak dimiliki semua orang. Mungkin sebagian besar orang berpikir, apa hubungannya pengalaman berlayar melintasi samudera dengan beasiswa atau peluang kerja? Seoarang pribadi yang berani mengambil kesempatan segila itu tentu akan berani melangkah pada tantangan dan hal-hal yang lebih dahsyat, berani menjadi sesuatu yang lebih besar, dan itu lah komentar dari para pemberi beasiswa dan pemberi kerja.
Segalanya bermula dari peluang dan tantangan. keberanian dalam mengambil peluang dan menjawab tantangan menjadi tangga, menjadi jembatan yang akan menghubungkan kita pada hal-hal besar yang mungkin dalam mimpi pun tidak pernah terlintas. Siapa yang bisa mengira akhirnya seorang bocah kampung di pedalaman Sumatera Utara mampu menjadi pribadi bak seorang Indiana Jones, berpetualang keberbagai belahan bumi Allah untuk mengungkap misteri-misteri kehidupan. Menyelam di kedalaman lautan untuk mengungkap harta karun dan misteri tenggelamnya kapal-kapal selam milik Nazi, menjelajahi hutan untuk mencari peradaban yang hilang, dan bahkan aku pun tak menyangka.
Segalanya hanya bermula dari satu hal sederhana. Berani mengambil peluang dan menjawab tantangan yang ada. Dan segalanya juga hanya berwal dari satu langkah kecil saja. Berani melangkahkan kaki keluar dari zna nyaman, out of the box, berani melihat dunia yang luas, berani mengisi segala alam pikiran dengan jutaan tanda tanya yang akan membuat kaki terus melangkah mencari jawabannya. Berani untuk menjadi diri sendiri. Memberi arti, pada hidup yang sementara ini.
Dengarlah gemercik air yang terjun dari ketinggian, lalu menghempas di antara bebatuan. Dengarlah suara debur ombak dan burung pelikan. Dengarlah kicau burung di antara padang rumput yang liar. Dengarlah suara-suara kehidupan. Dengarlah.. di luar sana ada banyak kesempatan, teramat banyak keindahan, yang memberi warna pada kehidupan. Lihat, dan jangan diam saja. Langkahkan kaki kecilmu. Mari berlari kepuncak tertinggi di Himalaya. Lihat, dan jangan diam saja. Mari menyelam ke dunia bawah laut yang tak pernah engkau sangka. Semua ada di sana, menunggumu.. dengan satu langkah kecilmu.
Asyhadi Mufsi Sadzali Batubara
Alumni S1 Arkeologi Universitas Udayana dan S2 Arkeologi Universitas Gadjah Mada. Ia adalah pegiat dalam bidang kepemudaan, sastra dan budaya. Selama menjadi mahasiswa ia aktif dalam berbagai kegiatan di dalam dan luar negeri, termasuk menjadi duta bangsa dalam Ekspedisi Kapal “Spirit of Majapahit” ke Asia Raya. Ia dapat dikontak melalui email didi_roten@yahoo.co.id, https://www.facebook.com/didi.ab1 (Facebook), dan dua blognya http://asyhadimufsi.blogspot.com/dan http://penjelajahbahari.wordpress.com/
Bantu share artikel ini ke teman-temanmu! Siapa tahu bisa mengubah hidup mereka.
- Click to share on Facebook (Opens in new window)
- Click to share on Twitter (Opens in new window)
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
- Click to share on Telegram (Opens in new window)
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
- Click to email a link to a friend (Opens in new window)
- Click to share on Reddit (Opens in new window)
- Click to share on Pinterest (Opens in new window)
Related
Categories: Sosok
Tags: Alumni Arkeologi, Alumni Universitas Udayana, Anak Batak, Asyhadi Mufsi Sadzali Batubara, Indiana Jones