-
Konsultasi jurusan kuliah?
-
Mempersiapkan beasiswa?
-
Ingin sukses berkarir?
-
Atau mengembangkan diri?
Tatkala TKI mengejar PhD
Banyak orang yang dikenal sekarang ini ternyata dulunya biasa-biasa saja. Lihatlah riwayat hidup banyak tokoh terkenal sebelum jadi “orang”. Milyarder Indonesia, Sudono Salim dulunya pernah jualan rokok, Buya Hamka dulunya anak nakal, dan Syafei Maarif mengalami kegetiran hidup sebagai ayah yang tidak sanggup mengobati anaknya sampai meninggal.
Pentingnya Belajar
Ada satu kelebihan mereka dalam mengubah nasib, tiada jemu mencari ilmu dan pengalaman dengan cara masing-masing. Disadari memang, sekolah bukanlah jaminan “jadi orang”, tapi ilmu pengetahuan jelas “mencetak orang”. Pepatah Barat mengatakan “knowledge is power”, ilmu pengetahuan itu kekuasaan.
Walau bagaimanapun, bersekolah itu penting karena sekolah menyediakan lingkungan dan sarana mengenyam pengetahuan. Ibarat kita lapar, tentu tempat yang mudah dan menyenangkan mengisi perut keroncongan dan melepas dahaga adalah restoran. Meski beribadah boleh dilakukan dimana saja, namun tempat yang paling khusyuk dan tawadduk tentulah di rumah Tuhan.
Meski banyak orang mengatakan sekolah adalah jalan pintas merubah nasib, namun tidak banyak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Brunei Darussalam yang mengubah nasibnya dengan menyambung pendidikan atau sekolah lagi. Buktinya, setiap mahasiswa yang diterima di perguruan tinggi di sini ternyata adalah “orang baru”. Saya adalah sedikit “orang lama” yang berpeluang menimba ilmu di Ranah Semayam Nan Damai.
Menjadi TKI Sambil S2
Ketika saya ke Brunei tahun 1999 dengan membawa ijazah S-1 Sastra Inggris Universitas Andalas Padang, saya sudah memendam asa melanjutkan kuliah di Universiti Brunei Darussalam (UBD). Namun karena kesibukan, impian itu baru terlaksana tahun 2007. Sebuah perjuangan hebat, kerja sambil kuliah dengan biaya pribadi. Setelah wisuda tahun 2009, saya menyesal kenapa baru menjelang umur kepala 4 setelah punya 2 anak saya kuliah lagi? Kenapa tidak dari dulu?
Untuk menebus penyesalan itu, tahun berikutnya saya melamar kuliah lagi ke UBD. Meski sempat ditolak, tahun 2011, permohonan saya diterima untuk ambil S-3 melalui beasiswa GRS yang baru diluncurkan.
Graduate Research Scholarship (GRS)
Graduate Research Scholarship atau GRS merupakan program tang diperkenalkan UBD sejak tahun 2010 untuk memfasilitasi sekaligus mempromosikan UBD sebagai sebuah universitas berbasis penelitian. Beasiswa terbuka kepada peminat dengan syarat umum berusia dibawah 40 tahun, memiliki nilai akademik yang baik dan bersedia kuliah penuh waktu. Permohonan beasiswa dibuka setiap semester kepada peminat termasuk mahasiswa asing. Tenggat waktu permohonan biasanya tanggal 30 Mai setiap tahun dan tanggal 30 Desember untuk perkuliahan bulan Agustus setiap tahun.
Penerima GRS selain memperoleh pembebasan uang kuliah (untuk S-2 antara B$3.500-11.000, S-3 antara B$7.500-12.000) juga mendapat tunjangan bulanan sebesar B$1.500, tiket pesawat ketika mulai kuliah dan wisuda Bandar Seri Begawan-Jakarta (bagi mahasiswa Indonesia) serta biaya riset lapangan sebesar B$3.000.
Dokumen yang diperlukan selain mengisi formulir yang disediakan adalah: copy ijazah “academic qualifications”, kemampuan Bahasa Inggris melalui ijazah TOEFL atau IELTS, akta kelahiran dan SKKB “security clearance”.
Selain itu, yang tidak kalah pentinya adalah setiap pelamar diharuskan melampirkan proposal penelitiannya. Dokumen berbahasa Indonesia hendaknya diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Informasi beasiswa termasuk pengisian formulir dapat diakses melalui situs website: http://www.ubd.edu.bn/index.php?id=188. Untuk komunikasi melalui e-mail dapat ditujukan kepada: office.ias@ubd.edu.bn.
Jadi bagi mahasiswa baru pascasarjana, calon mahasiswa akan mendapatkan “offer letter” tanda permohonan diterima dan permintaan daftar ulang. Setelah urusan administrasi selesai, mahasiswa ikut orientasi khusus Pasca Sarjana. Berbagai materi disampaikan: teknik penulisan jurnal, paper, skripsi dan disertasi yang disampaikan dosen UBD.
Universiti Brunei Darussalam
Untuk program master (S-2), UBD menawarkan dua alternatif yaitu secara “coursework” atau “research”. Yang mengambil kuliah secara “coursework”, mahasiswa akan ikut jadwal kuliah dengan dosen di kelas secara penuh. Sementara kuliah “by research”, mahasiswa hanya mengadakan penelitian dan menulis disertasi. Permohonan sebagai calon mahasiswa “by research” dapat dilakukan kapan saja tanpa dibatasi waktu dan pilihan program.
Namun, pelamar harus melengkapi berkas lamaran dengan proposal penelitian sesuai studi yang direncanakan. Calon mahasiswa harus mendapatkan 2 orang professor pembimbing (penyelia) untuk riset. Program S-2 berlangsung selama 2 semester yang terdiri dari kuliah dan penulisan disertasi pada waktu bersamaan.
Bagi yang tidak dapat mengejar target, biasanya dapat minta perpanjangan waktu. Selesai penulisan, disertasi diserahkan ke bagian ujian. Bagian inilah yang akan mengirim disertasi pada pemeriksa luar (external examiner) dan pemeriksa dalam (internal examiner). Berbeda dengan universitas di Indonesia, kategori penilaian disertasi hanya dua yaitu lulus atau tidak lulus. Setelah memperbaiki koreksi dan masukan penguji, disertasi dikumpulkan ke program leader (ketua jurusan) sebagai syarat ikut wisuda.
“Convocation” adalah istilah untuk wisuda di Brunei dan mahasiswa langsung diwisuda oleh Sultan Haji Hassanal Bolkiah sebagai chancellor (rektor). Pada saat itulah mahasiswa menerima ijazah sebagai tanda lulus dan achievement atas usaha keras yang dilakukan.
Fasilitas kuliah di UBD adalah salah satu dari dua universitas nasional Brunei yang didirikan tanggal 28 Oktober 1985. Memiliki beberapa fakultas antaranya: Fakultas Pasca Sarjana dan Riset, Fakultas Pendidikan, Fakultas Sains, Fakutas Seni dan Ilmu-ilmu Sosial, Fakultas Bisnis, Ekonomi dan Studi Kebijakan serta Fakultas Kedokteran.
Pada awalnya, dosen UBD mayoritas dari luar negeri seperti Inggris, Indonesia, India, Malaysia dan Australi. Tetapi sejalan perkembangan universitas, dosen asing tinggal 45% selebihnya adalah tenaga lokal. UBD memiliki beberapa pusat pendidikan seperti: Pusat Bahasa (language centre), Pusat Kajian Lapangan di Hutan Kuala Belalong, Kantor Internasional Pelayanan Kerjasama Luar Negeri, Pusat ICT (Information Communication Technology) serta Pusat Studi Brunei. Perpustakaan UBD dilengkapi jaringan e-library yang memberikan pelayanan online. Melalui kerjasama dengan institusi luar negeri, UBD merupakan universitas berbasis IT yang maju di kawasan ASEAN. UBD membuka peluang masuknya mahasiswa asing dari berbagai negara termasuk Indonesia.
Peluang untuk Mahasiswa Asal Indonesia
Peluang kuliah bagi mahasiswa Indonesia cukup terbuka. Sultan Haji Hassanal Bolkiah, penerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada tahun 2003 memberikan perhatian yang besar pada dunia pendidikan. Tidak hanya itu, waktu kunjungan kenegaraan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono ke Brunei tanggal 18 Pebruari 2006, Sultan Haji Hassanal Bolkiah kembali menyampaikan penghargaan atas peningkatan jumlah mahasiswa Indonesia serta keberhasilannya menyelesaikan studi dengan hasil yang sangat membanggakan.
Saat ini, sebanyak empat universitas negeri di Indonesia yaitu UGM, ITB, IPB dan UI telah menjalin kerjasama dengan UBD melalui kerangka kerjasama ASEAN University Network (AUN). Organisasi ini beranggotakan 17 universitas di 10 negara ASEAN termasuk Indonesia. Bentuk kerjasama yang dilakukan antara lain adalah pertukaran mahasiswa. Program ini berlangsung selama 6 bulan (satu semester) di mana host university berkewajiban memberikan pelayanan tempat tinggal selama menjalani perkuliahan.
Universitas Terbuka (UT) untuk TKI
Kuliah di Universitas Terbuka (UT) Indonesia di negeri tetangga seperti Brunei, tentu tidak banyak TKI yang mau ambil resiko seperti saya. Siapa yang mau meninggalkan kantor mentereng seperti KBRI, dengan posisi yang cukup “basah” hanya demi sekolah? Padahal telah memiliki ijazah dan jaminan kerja yang lumayan.
Bagi TKI yang tidak mau “uji nyali” seperti saya, ada peluang lain yaitu mengikuti kuliah jarak jauh dari Indonesia yang dikenal dengan Universitas Terbuka (UT). Berkat UT ini, seorang TKI teladan di Hongkong berhasil mengambil ijazah S-2 sambil kerja dan balik ke Tanah Air menjadi dosen. UT adalah lembaga pendidikan tinggi Indonesia yang memfasilitasi mahasiswa khususnya yang sedang bekerja untuk melanjutkan pendidikan. Hal ini dimungkinkan karena UT menyediakan semacam kuliah jarak jauh (distant learning) di mana mahasiswa tidak dituntut hadir dalam ruang kuliah, cukup mempelajari modul sesuai jurusan yang dipilih.
Pada akhir semester, UT melaksanakan ujian akhir semester dan memberikan penilaian dalam bentuk Kartu Hasil Studi (KHS). UT tidak hanya manawarkan program S-1, juga program S-2 pada bidang-bidang tertentu. Selain kemudahan itu, UT tidak hanya beroperasi di wilayah Indonesia, namun juga menjangkau luar negeri dengan melakukan kerjasama dengan Atase Pendidikan maupun Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Begitulah proses belajar-mengajar di UT.
UT di Brunei sebenarnya sudah pernah beroperasi tahun 1998-2004. Waku itu, Dirjen Pendidikan Tinggi sudah mengeluarkan SK pengangkatan Darmawan Suparno, Kepala Bidang Pensosbud sebagai pelaksana UT. Kemudian SK diperbarui setelah digantikan M. Nazirwan Hafiz sebagai Kabid Pensosbud pada tahun 2003. Saat dimulainya UT, jumlah mahasiswa cukup banyak, antara lain: Eri Sudewo, Mochammad Taufik, Eman Lesmana, Iwan Ridwan Munajat, Endang Sumantri, Eko Supriyanto, Yandi Sopian, seorang karyawan “Sehat” dan lain-lain.
Proses kuliah dilakukan setelah mahasiswa mendaftar ke UT di Indonesia dengan memenuhi persyaratan administrasi termasuk membayar uang kuliah. Setelah daftar, UT memberikan modul yang harus dikuasai pada semester tertentu. Pada akhir semester, UT mengirimkan soal ujian pada pelaksana di KBRI untuk menyelenggarakan ujian. Biaya kirim paket soal ditanggung mahasiwa yang ujian.
Sebagai pelaksana, KBRI melaksanakan ujian pada hari Minggu selama 2 kali pertemuan. Dalam satu pertemuan, dilaksanakan 3-4 shift mata kuliah. Saya sebagai Staf Pensosbud KBRI Bandar Seri Begawan saat itu bersama dengan Eddy Sudiskam pernah mengawas ujian.
Sampai tahun 2003, jumlah mahasiswa UT mulai berguguran. Penyebabnya seperti kembali ke Indonesia maupun tidak sanggup kuliah karena sibuk kerja. Hanya satu orang mahasiswa yang meraih sarjana yaitu Mochammad Taufik, sementara mahasiswa lainnya mundur teratur. Sampai tahun 2004, pelaksanaan ujian masih berlangsung dengan adanya 2 orang mahasiwa diantaranya bernama Siti Rahmah, seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Gadong. Setelah satu semester, yang bersangkutan tidak lagi memperbaharui statusnya sebagai mahasiswa. Mulai saat itu proses ujian di KBRI Bandar Seri Begawan tidak lagi terlaksana.
Pada tahun 2005, sudah ada beberapa calon mahasiswa yang datang ke KBRI menanyakan kemungkinan kuliah UT seperti Tansur Kadir dan Achmad Suhendar. KBRI Bandar Seri Begawan masih berstatus sebagai pelaksana. Kepada yang berminat dapat mengikuti prosedur yang berlaku dengan mendaftar langsung ke UT di Indonesia.
Bagaimana dengan Anda sekarang? Saatnya untuk kuliah lagi untuk mengubah nasib menjadi lebih baik.
Efri Yoni Baikoeni
Mahasiswa PhD Universiti Brunei Darussalam
Categories: Sosok